Ancaman Radikalisme Jamaah Ansharut Daulah (JAD) di Indonesia

Tiranitotalitas, Jakarta – Indonesia terus menghadapi ancaman dari jaringan terorisme seperti Jamaah Ansharut Daulah (JAD), yang mengadopsi ideologi radikal salafi-jihadi dengan tujuan mendirikan negara Islam berbasis khilafah. Upaya kelompok ini semakin terlihat nyata melalui aksi teror, propaganda, dan jaringan eks-narapidana teroris (Napiter) yang tetap aktif. Penangkapan Sulthon Qolbi alias Asadulloh pada 5 November 2024 di Sukoharjo, Jawa Tengah, menjadi bukti konkret bagaimana individu terafiliasi JAD masih berupaya menyebarkan ideologi ekstremis melalui media sosial dan jaringan daring.

Selain itu, Ahmad Surya dari kelompok JAD Cirebon secara terang-terangan menyatakan pentingnya menjaga keberlangsungan ideologi radikal melalui hubungan dengan eks-Napiter. Strategi ini bertujuan memperluas pengaruh JAD di tengah masyarakat dengan mengaktifkan kembali jaringan yang telah menjalani hukuman. Hal ini menunjukkan bagaimana kelompok radikal tidak hanya berfokus pada aksi kekerasan, tetapi juga pada penyebaran ideologi melalui pembinaan komunitas dan propaganda yang terstruktur.

Di sisi lain, kemunculan figur-figur seperti Ustaz Sukma Mujahid, Ketua Lajnah Perwakilan Daerah Majelis Mujahidin (LPD MM) Karanganyar, yang menyuarakan perjuangan penegakan syariat Islam secara kaffah, semakin menantang prinsip kebhinekaan dan sistem demokrasi Indonesia. Seruan ini kerap dimanfaatkan untuk memobilisasi dukungan terhadap gagasan radikal yang sejalan dengan ideologi kelompok seperti JAD. Ustaz Enggal Setiawan alias Ustaz Ues Abu Najmi, seorang tokoh eks-HTI dari Riau, juga menyampaikan pandangan bahwa sistem demokrasi tidak melahirkan pemimpin yang amanah dan mengusulkan sistem khilafah Islamiyah sebagai solusi. Pernyataan ini selaras dengan narasi yang sering digunakan kelompok radikal untuk mendiskreditkan demokrasi dan menanamkan gagasan politik berbasis agama.

Pemerintah Indonesia, melalui aparat keamanan terus menunjukkan komitmennya dalam melawan ancaman radikalisme. Operasi penangkapan, seperti yang dilakukan terhadap Sulthon Qolbi, menjadi langkah strategis dalam meredam aksi dan propaganda kelompok JAD. Selain itu, program deradikalisasi tetap menjadi fokus untuk mengurangi dampak ideologi ekstremis, terutama di kalangan eks-Napiter yang berpotensi menjadi katalis dalam membangun kembali jaringan radikal.

Namun, tantangan utama dalam menghadapi kelompok seperti JAD bukan hanya pada aspek keamanan, tetapi juga bagaimana menyinergikan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara dalam kehidupan bermasyarakat. Pancasila yang mengutamakan persatuan, keadilan, dan kemanusiaan menjadi pilar yang harus terus diperkuat untuk melawan ideologi yang bertentangan dengan semangat kebhinekaan. Pendidikan ideologi bangsa, penguatan pemahaman agama yang moderat, serta kolaborasi antarumat beragama menjadi kunci utama dalam melawan penyebaran paham radikal di akar rumput.

Dengan langkah tegas pemerintah dan keterlibatan aktif masyarakat, ancaman dari JAD dan kelompok ekstremis lainnya dapat ditekan. Penting untuk terus menjaga harmoni nasional dan melindungi integritas Indonesia dari ideologi yang ingin menggantikan Pancasila dengan sistem yang mengancam persatuan bangsa.